Nasionalisme dan Regionalisme di Amerika Latin
Nasionalisme muncul dan berkembang menjadi sebuah paham
(isme) yang dijadikan sebagai
landasan hidup bernegara, bermasyarakat dan berbudaya dipengaruhi oleh kondisi
histori dan dinamika sosio kultural yang ada di masing-masing negara. Rasa
Nasionalisme telah timbul di hati rakyat Amerika Latin sejak perjuangan rakyat
merebut kemerdeka`n dari penjajahan Spanyol, Portugal dan Perancis. Rasa
Nasionalisme makin tumbuh pada masa perang saudara dan revolusi. Lima faktor
mendorong tumbuhnya nasionalisme di Amerika Latin yang umumnya bersifat asing:
v Penjajah
asing,
v Pemerasan
oleh gereja,
v Intervensi
asing,
v Kekhawatiran
akan pengaruh asing,
v Nasionalis.
Faktor
penjajah Spanyol/Portugal selama tiga abad merupakan faktor terpokok. Berjuang
melawan penjajahan asing merupakan tindakan yang patriotik dan revolusioner. Patriotisme
inilah yang akan menghablur kedalam paham tentang pentingnya bangsa, jiwa dan
tujuan perjuangan bangsa, jiwa dan tujuan perjuangan bangsa dan nasionalisme.
Terutama Spanyol sendirilah yang ikut menumbuhkan nasionalisme itu, justru
dalam waktu yang lama setelah tercapainya kemerdekaan bekas daerah jajahannya,
Spanyol tidak mau mengakui mereka, sedangkan disisi lain Portugal telah
mengakui kemerdekaan Brasil (1825) dan Pereancis telah mengakui pula
kemerdekaan Haiti (1825).
Pemerasan
gereja terhadap rakyat terutama dalam persoalan tanah dan kekayaan negara,
serta pengkristenan golongan rendah dari lapisan masyarakatyang dilaksanakan
oleh pendeta Spanyol, rakyat merasa ada pemerasan orang-orang yang datang dari
Spanyol dan oleh Pemerintah Spanyol diseberang lautan. Sistem Katolisme Roma
berpusat di Italya, dan hierarki gereja yang dibawanya serta memperuncing
perbedaan kelas-kelas sosial yang telah ada. Banyak pendeta Katolik yang tidak
hanya aktif, tetapi menjadi tokoh-tokoh nasional dalam perang kemerdekaan dan
revolusi, disisi lain masih banyak yang bersifat pasif dan cenderung
kontrarevolusioner. Inilah sebabnya, mengapa di Meksiko gereja dipisahklan jauh
dari negara, yang berlangsung juga sampai sekarang, ini semua terjadi setelah
selesainya tahap pertama Revolusi (1910-1920), dalam Konstitusi tahun 1917.
Namun anti pendeta, anti gereja tidak selalu berarti anti Katolisme. Intervensi
asing dalam masa-masa perang kemerdekaan dan begitu pula dalam masa-masa perang
kemerdekaan dan begitu pula dalam masa perang saudara atau revolusi, meerupakan
duplikasi dalam bentuk mini datangnya kembali penjajahan asing.
Telah
kita ketahui adanya intervensi asing di Amerika Latin . Antara tahun 1585-1700 Inggris menjarahi jajahan-jajahan Spanyol
di Karibia dan Amerika Tengah. Dalam tahun 1621 armada Piet Heyn, Hendrik
Brouwer dan Van Horn dari Belanda mer`mpas pulau-pulau kecil jajahan Spanyol di
Karibia.dalam tahun 1700an Perancis berbuat yang sama terhadap jajahan Spanyol
di Amerika Latin. Dalam abad 19
Venezuela diserang oleh Inggris, Jerman dan Italia karena perusahaan-perusahaan
Venezuela tidak melunasi hutangnya pada perusahaan-perusahaan Venezuela.
Intervensi ini kemudian melahirkan Doktrin Drago yang terkenal. Kemudian ada
intervensi Amerika Serikat pada perang saudara di Meksiko. Presiden Monroe
menyatakan banwa setiap campur tangan negara-negara Eropa terhadap
negara-negara yang baru merdeka dikawasan Amerika, akan dipandang sebagai
tindakan tidak bersahabat terhadap Amerika Serikat, pada kongres Amerika
Serikat tanggal 2 Desember 1823.
Pergerakan
politik di Amerika Latin belakangan ini tidak lagi berada dibawah naungan
ideologi politik tertentu. Konsep tentang “revolusi” dan “pembebasan”
telah menjadi elemen penting dalam semua diskursus politik Amerika Latin entah
dengan ideologi apapun. Baik yang beraliran politik kiri, tengah atau kanan,
selalu saja ada yang harus dibebaskan dengan pergerakan revolusi bila perlu.
Masalahnya tidak satupun pergerakan pembebasan atau revolusi menjadi sesuatu
yang permanen ketika pergerakan itu terjadi. Gerakan peronisme di Argentin
misalnya akhirnya diganti dengan gerakan lain. Satu-satunya gerakan
revolusioner yang masih bertahan sampai sekarang ada di Cuba.
Gerakan
revolusi di Amerika Latin sekarang ini lebih menjadi sebuah gerakan
“populisme” dan gerakan “nasionalisme”. Gerakan populis yang bisa saja
menggunakan ideologi tertentu, untuk mengganti struktur sosial, ekonomi dan
politik secara radikal, atau membangun ide atau nilai-nilai baru atas
pemerintahan yang korup atau juga mungkin karena ingin membangun sebuah interes
nasional dalam bidang ekonomi. Situasi ini membuat pergerakan populis ini
bisa terjadi setiap saat apalagi didukung oleh nilai kristianisme yang getol
melawan ketidakadilan dalam masyarakat, masyarakat dengan mudah melakukan
gerakan populis. Gerakan nasionalisme yang dulunya adalah gerakan
antiimperialisme, sekarang ini telah menjadi gerakan perubahan. Gerakan
nasionalisme banyak terjadi di tahun 1960an sampai tahun 1970an yang diawali
dengan Gerakan Revolusi Cuba. Dan umumnya mereka bergerak dengan kekuatan
senjata, yang bergerak dengan cara bergerilya dibawah sebuah organisasi yang
bernama pergerakan pembebasan nasional. Di tingkat antar negara terjadi
penyatuan Amerika Latin. “Integrasi Amerika Latin” telah menjadi bagian dari
gerakan populis dan gerakan nasional di setiap negara.
Jika dulu
ada ketakutan pada ancaman komunisme, sekarang ini ancaman yang terbesar di
Amerika Latin justru dari gerakan populis dan nasionalisme. Kalau gerakan
populis biasanya ruang geraknya terbatas di wilayah tertentu, tetapi gerakan
nasionalisme hampir terjadi di seluruh daratan Amerika Latin. Dan yang menarik
gerakan-gerakan ini tidak memiliki musuh yang jelas seperti dulu misalnya
komunisme atau liberalisme. Pergerakan nasionalisme sekarang berada dalam semua
ideologi politik termasuk liberalisme, sosialisme dan komunisme juga.
Secara umum
gerakan populis atau nasionalisme yang ada memiliki relasi yang erat dengan
perkembangan politik di seluruh daratan Amerika Selatan. Gerakan populis
progresif Lula yang sekarang terus dikembangkan oleh Dilma misalnya akan
menjadi motor pergerakan bagi sahabat-sahabat politik Brasil misalnya Paraguay,
Ecuador, Bolivia, Venezuela, Honduras, Guatemala, Republica Dominicana dan
Cuba. Umumnya gerakan populis dan nasionalisme yang dibangun di sini adalah
“pengambilalihan atau pengalihan” sistem ekonomi yang sebelumnya terkonsentrasi
di tangan Trans National Companies untuk dikembalikan ke Negara.
Jika
dianalisis lebih jauh, umumnya yang terjadi adalah elit-elit politik kiri yang
memanfaatkan konflik-konflik sosial dalam negaranya supaya mendapat kekuasaan.
Misalnya di Venezuela ketidakadilan dalam pendistribusian hasil pembangunan
yang mengakibatkan konflik sosial di mana-mana, dimanfaatkan oleh Hugo
Chavez untuk mengambilalih kekuasaan, walaupun kemudian dia jatuh dalam jurang
yang sama, sistema perekonomian yang dibangunnya mengalami kesulitan. Umumnya
negara-negara dalam gerakan nasionalisme seperti ini lebih berkonsentrasi dalam
kekuatan politik daripada dalam kekuatan ekonomi. Ekuador dan Bolivia misalnya,
lebih mementingkan bagaimana supaya sistem politik yang mereka bangun bisa
langgeng daripada masalah ekonomi. Masalah ekonomi dilihat sebagai bagian dari
masalah politik.
Selain
kelompok itu ada kelompok yang berlawanan dengan gerakan populis progresif
kiri, yakni gerakan politik tengah-kanan yang lebih mementingkan perkembangan
ekonomi dalam sistema perpolitikan mereka. Negara ini umumnya berada di bagian
pantai lautan Pasifik, mulai dari Uruguay, Argentina, Chile, Peru, Colombia,
Panama, Costa Rica dan Mexico. Di negara-negara ini aliran moderat kanan masih
memegang kendali pemerintahan, tetapi selalu berada dalam bayangan gerakan
populis progresif kiri yang selalu menggunakan konflik sosial dalam negeri
sebagai cara untuk merongrong kekuasaan atau mengambil alih kekuasaan. Peru
misalnya konflik sosial yang terjadi di berbagai daerah dimanfaatkan oleh
kelompok kiri progresif untuk mengambilalih pemerintahan. Seorang pemimpin
dinilai dari hubungan antara-manusianya daripada hubungan antar-persoalan.
Seorang pemimpin harus pula bersifat berani dan jantan. Kejantanan mengusir
penjajah, berkelahi, bertempur merupakan atribut dari pahlawan nasional,
atribut dari nasionalisme.
Regionalisme di Amerika Latin
Walaupun
nasionalisme begitu menjiwai rakyat dan pemimpin-pemimpin Amerika Latin, mereka
tidak lupa pula perlunya koordinasi dan persatuan antar-negara Amerika Latin
sendiri, perlunya regionalisme untuk membina kawasan Amerika Latin. Kita telah
mengetahui bahwa bentuk-bentuk Uni dan Konfederasi telah pernah dicoba di
Amerika Tengah (Union of Mexico, United Provinces of Central America) dan di
Amerika Selatan (Colombia Raya). Namun karena cetusan pribadi manusia Amerika
Latin lebih kuat dari cetusan kepentingannya, tuntutan nasionalisme lebih kuat
daripada regionalisme atau internasionalisme, usaha-usaha ke arah persatuan
kawasan berjalan dengan sangat sulit dan lamban. Faktor-faktor yang mendorong
timbul dan tumbuhnya regionalisme di Amerika Latin adalah dua, intern dan
ekstern.
Rasanya
tidak keliru jika dinyatakan bahwa baik pada negara nasional baru maupun negara
nasional yang sudah lama, regionalisme itu sesungguhnya adalah manifestasi dari
integrasi nasional yang terhenti, terganggu, belum selesai atau justru
mangalami retrograsi. Sesungguhnya ada unsur nasionalisme di dalam
regionalisme, yaitu kehendak untuk membangun masa depan bersama dari penduduk
yang mendiami wilayah tertentu, yang secara ekonomi, politik dan kultural
merasa merupakan suatu komunitas yang mempunyai rasa solidaritas yang erat.
Masalahnya adalah bibit nasionalisme itu belum atau tidak lagi diletakkan dalam
konteks nation-state yang lebih luas, walaupun wilayah tersebut secara yuridis
konstitusional merupakan wilayah dari nation-state tersebut. Dengan demikian,
dalam jangka pendek regionalisme akan mewujudkan konflik penguasaan teritorial,
dalam jangka panjang merupakan konflik ideologi, ekonomi, politik, dan
kultur.
Kedalam,
negara-negara Amerika Latin memandang perlu adanya kerjasama kawasan (regional
cooperation) untuk bersama-sama mengkonsolidasikan hasil-hasil perang
kemerdekaan dan revolusi. Mereka memandang penting pula adanya kerjasama dalam
membangun masyarakat Amerika Latin, walaupun masing-masing pemerintah akan
menetapkan polanya sendiri. Ke luar Amerika Latin masih melihat adanya bahaya
yang mengancam, baik yang berupa intervensi fisik dan politik yang kasar,
maupun yang berupa penetrasi sosial, ekonomis dan kultural, serta bentuk-bentuk
baru dari subversi asing yang lebih halus ramifikasinya.
Tidak ayal
lagi bahwa tokoh awal yang patut kita kemukakan dalam pembina regionalisme ini
adalah Simon Bolivar sendiri. Betapa besar hasil-hasil perjuangan ini dalam
merebut kemerdekaan bangsa-bangsa di Amerika Selatan dan Kaibia tidak perlu
disangsikan lagi. Sejarah mencatat pula betapa besar harapan dan usahanya untuk
mempersatukan negara-negara yang baru merdeka itu, melihat adanya tendesi perpecahan
antar-bangsa. Mula-mula ia mensponsori Kongres panama (Juni-Juli 1826) antara
Colombia, Amerika Tengah, Peru dan Meksiko, untuk membicarakan masalah-masalah
ke Amerika Latin. Hasilnya tidak memuaskan. Dua kali Meksiko berusaha
mengundang konperensi negara-negara Amerika Latin (tahun 1831 dan 1838), ini
pun gagal.
Sementara
itu Bolivar dengan pedih menyaksikan robohnya bangunan yang telah ia susun
dengan hati-hati, Colombia Raya. Ia sendiri hampir mati karena percobaan
pembunuhan, bukan oleh musuh melainkan oleh kawan seperjuanagannya sendiri. Apa
yang dicita-citakannya adalah adanya pemerintahan yang stabil, yang sesuai dengan
tuntutan situasi, yang menghayati semangat rakyat, dan terutamapemerintahan
yang dapat membebaskan Amerika Latindari ketidaksepakatan yang terus-menerus,
dari jurang kebencian.
Dalam
keadaan sakit parah, dalam perjalanan akan berobat ke Eropah, dengan dicekam
rasa kekecewaan yang mendalam, ia masih menerima berita duka, bahwa kawan
seperjuangannya dan bekas letnannya yang paling cakap, yakni Jenderal Jose
Antonio de Sucre, telah meninggal dunia akibat pembunuhan. Ia mengurungkan
maksudnya berobat, ke Santa Marta di tepi pantai Colombia, di mana pahlawan ini
kemuudian meninggal dunia (Desember 1830). Sebelum itu ia telah menulis sepucuk
surat kepada salah seorang sahabat karibnya, di mana anatanya diutarakan, “He
who dedicates his services to a revolution ploughs the sea ?” Nampak benar
keputus-asaan pahlawan ini pada akhir hayatnya, walaupun telah begitu besar
jasa-jasanya dalam perjuangan merebut kemerdekaan Amerika Latin, dan dalam
membina persatuan di kawasan ini.
Bolivar
gagal dalam aspek regionalisme ini, namun gagasannya hidup terus dan menjadi
perintis dari gagasan-gagasan regionalisme dan kerjasama regional di kemudian
hari. Setelah Kongres Panama, timbullah Kongres di Peru (Lima,1847) antara
Peru, Bolivia, Chili, Ecuador, dan Granada Baru. Antara tahun 1847-1848 saja
ada 19 pertemuan-pertemuan sejenis. Tercapai “Continental Treaty” antara Peru,
Chili dan Ecuador (15 September 1856 di Santiago de Chile). Sebagai contoh,
yang baru terjadi, ialah Konperensi AntarAmerika dari negara-negara Karibia di
Havana/Kuba (1939), dan di sektor ekonomi antaranya timbul River Plata Regional
Economic Conference di Montevideo, (Januari-Pebruari1941). Setelah Perang Dunia
kedua, Meksiko menjadi tuan rumah dari Inter-American Conference on the
Problems of War and Peace (Meksiko City, 1945).
Kongres IX
dari negar-negara Amerika di Bogota tahun 1948 berhasil menyelesaikan Piagam
Organization of American Staes (OAS). Kini timbul puluhan lembaga koordinasi
dan kerja sama regional di kawasan ini (baik yang bersifat tetap atau
temporer), misalnya CEPAL (Comision Economica Para La America Latina), ALALC
(Asociacion Latino Americano de Libre Comercio), SELA (Sistema Economica Latino
America). Disamping itu sejak berakhirnya Perang Dunia II hingga tahun 1947
saja telah terjadi 12 kali pertemuan konsultasi tingkat menteri luar negeri
negara-negara kawasan Amerika.
DAFTAR PUSTAKA
Mukmin Hidayat.1981.Pergolakan Di
Amerika Latin Dalam Dasawarsa Ini.Jakarta Timur:
Ghalia Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar